dayak vs madura di sambas ⏩ jadwal persib vs pss

dayak vs madura di sambas

KOMPAS.com - Konflik Sampit adalah kerusuhan antaretnis yang terjadi di Sampit pada awal Februari 2001. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah yang kemudian meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura. Akibat Kerusuhan Sambas, sebanyak 1.189 orang tewas, 168 terluka berat, 34 luka ringan, 3.833 rumah dibakar dan dirusak, serta 12 mobil dan 9 motor dibakar atau dirusak. Selain itu, sebanyak 58.544 warga Madura mengungsi dari Kabupaten Sambas ke Pontianak. Baca juga: Abdul Kahar Mudzakkir: Pendidikan dan Perannya. Pada 19 Januari 1999 sekitar 300 warga Madura menyerang warga Melayu di Desa Parit Setia yang akhirnya mengakibatkan hilangnya nyawa 3 orang, 2 diantaranya orang Melayu dan 1 orang Dayak mu’alaf. Upaya damai dengan mediator camat Tebas tidak membuat pihak Melayu puas karena tak ada hukuman berarti bagi pelaku penyerangan tersebut. Warga suku Melayu dan suku Dayak melakukan penyerangan, pembakaran, pengrusakan, penganiayaan dan pembunuhan terhadap warga suku Madura dan selanjutnya saling membalas. Peristiwa berkembang dengan terjadinya pengungsian warga Madura dalam jumlah besar menuju Singkawang dan Pontianak. Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik ini mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal di Kalimantan. Beberapa sumber menyebutkan Konflik Sampit dipicu empat insiden, yakni pembakaran sebuah rumah Dayak; kemudian adanya penyerangan terhadap Suku Dayak; serta adanya sengketa judi yang berujung perkelahian antara Suku Dayak dan Suku Madura di Desa Kerengpangi, 17 Desember 2000. Hasan kembali ke rumah dalam keadaan sudah babak belur. Kondisi ini lantas membuat keluarga Hasan merasa sangat marah. Tepat pada 19 Agustus 1999, sekitar 300 warga Madura dari Desa Sari Makmur menyerang warga Melayu di Desa Parit Setia. Akibatnya, tiga orang meninggal, di antaranya dua orang Melayu dan satu orang Dayak. Latar belakang tragedi di Sampit mencakup sejarah panjang ketegangan dan perselisihan antara Suku Dayak dan Madura. Tanda-tanda ketidakharmonisan antara kedua kelompok ini sebenarnya telah muncul sejak 1972. Ketidakharmonisan tersebut kemudian menciptakan perasaan ketidakpuasan serta dendam yang tumbuh seiring waktu di antara Suku Dayak dan Madura. Sumber: viva.co.id. Masih berlokasi di Sampit, pada 18 Februari 2001, sekelompok orang Dayak menyerang rumah Matayo, seorang warga asal Madura. Rumah dibalas rumah, kali ini warga Madura beraksi ke rumah Timil yang diduga ikut dalam penyerangan rumah Matayo. Meski ia berhasil kabur, rumahnya tidak terselamatkan. Dayak dan Suku Madura (Tamagola, 2007). Selain melibatkan etnis Dayak dan Madura, konflik di Kalimantan barat juga pernah melibatkan etnis Melayu, yaitu konflik Melayu Sambas dengan etnis Madura. Dalam banyak catatan konflik tersebut terjadi pada tahun 1999 (Cahyono, 2008). Konflik muncul dalam setiap Pada 1972, seorang gadis Dayak dikabarkan menjadi korban pemerkosaan oleh orang Madura di Palangka Raya. Kejadian ini pun menimbulkan dendam yang mendalam bagi Suku Dayak terhadap masyarakat Suku Madura yang tinggal di Kalimantan. Lalu, pada 1982, muncul sebuah kasus pembunuhan oleh orang bersuku Madura. Konflik Sambit terjadi karena perbedaan nilai dan budaya antara suku Dayak dan Madura yang berstatus sebagai pendatang. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari pendapat bahwa orang Madura dinilai sukses dalam usaha ekonomi. Tetapi, kerusuhan tersebut semata-mata tidak disebabkan oleh ketimpangan sosial di Sampit. The conflict took place between the indigenous Dayak people and the migrant Madurese people from the island of Madura off Java. The conflict was ignited by aggressive acts of violence on the part of the Madurese, who murdered some Dayak people and took control of Sampit, declaring that it is "the second Sampang," which means "the second Madura."